1. Banten Daksina

Daksina mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
• Permohonan pada Hyang Widhi, agar Beliau berkenan melimpahkan wara nugrahaNya sehingga mendapat keselamatan.
• Sebagai wujud rasa syukur / terima kasih yang dalam “Yadnya Patni”, disebutkan daksina selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau pertapakan.
• Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Daksina melambangkan Hyang Guru / Hyang Tunggal
Unsur-Unsur Daksina, mempunyai makna sebagai Stana Hyang Widi atau Bhuana Agung, sebagai berikut :
1. Alas bedogan / srembeng / wakul / katung, terbuat dari janur / slepan yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya. Alas Bedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.
2. Bedogan / srembeng / wakul / katung / srobong daksina, terbuat dari janur / slepan yang dibuat melingkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah ini adalah lambang Akasa yang tanpa tepi. Srembeng daksina juga merupakan lambang dari hukum Rta (Hukum Abadi tuhan)
3. Tampak, dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah. Tampak adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos, dalam tradisi tantra, tapak dara melambangkan Ibu Pertiwi Bapa Akasa, tampak juga melambangkan swastika, yang artinya semoga dalam keadaan baik.
4. Beras, yang merupakan makanan pokok melambang dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan manusia di dunia ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva)
5. Sirih temple / Porosan dan Kembang : terbuat dari daun sirih (hijau – wisnu), kapur (putih – siwa) dan pinang (merah – brahma) diikat sehingga menjadi satu, porosan adalah lambang pemujaan sang Hyang Tri Murti. Juga ada beberapa yang memaknainya sebagai simbol kekuatan Kama untuk manifestasi Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Semara. Kembang sebagai lambang Niat Suci dan kebersihan hati.
6. Kelapa, adalah simbol Pawitra (air keabadian/amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala), kelapa memiliki tujuh lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke luar. Air lambang Mahatala, Isi lembutnya lambang Talatala, isinya lambang tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan isi yang keras lambang sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala, batoknya lambang Patala. Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu : Bulu batok kelapa lambang Bhur loka, Serat saluran lambang Bhuvah loka, Serat serabut basah lambang svah loka, Serabut basah lambang Maha loka, serabut kering lambang Jnana loka, kulit serat kering lambang Tapa loka, Kulit kering lambang Satya loka Kelapa dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya artinya karena Bhuana Agung sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat dan serabut kelapa adalah lambang pengikat indria.
7. Telor Itik, dibungkus dengan ketupat telor, lambang awal kehidupan / getar-getar kehidupan , lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena pada telor terdiri dari tiga lapisan, yaitu Kuning Telor / Sari lambang Antah karana sarira, Putih Telor lambang Suksma Sarira, dan Kulit telor adalah lambang Sthula sarira, dipakai telur itik karena itik dianggap suci, bisa memilih makanan, sangat rukun dan dapat menyesuaikan hidupnya (di darat, air dan bahkan terbang bila perlu)
8. Pisang, Tebu dan Kojong sebagai persembahan, namun ada yang mengartikan kalau Pisang dan tebu itu adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari alam ini. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya Parisudhanya. Kalau dalam arti daksina sebagai wujud Hyang Tungga maka dalam tetandingan daksina, Pisang melambangkan jari, Tebu melambangkan tulang.
9. Buah Kemiri, adalah simbol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki, dari segi warna putih (ketulusan)
10. Buah kluwek / Pangi, lambang pradhana / kebendaan / perempuan, dari segi warna merah (kekuatan). Dalam tetandingan melambangkan dagu.
11. Gegantusan, merupakan perpaduan dari isi daratan dan lautan, yang terbuat dari kacang-kacangan, bumbu-bumbuan, garam dan ikan teri yang dibungkus dengan kraras / daun pisang tua lambang sad rasa dan lambang kemakmuran.
12. Papeselan, terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu lambang Panca Devata, daun duku lambang Isvara, daun manggis lambang Brahma, daun durian / langsat / ceroring lambang Mahadeva, daun salak / mangga lambang Visnu, daun nangka atau timbul lamban Siva. Papeselan juga merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana).
13. Bija ratus adalah campuran dari 5 jenis biji-bijian, diantaranya, godem (hitam – wisnu), Jawa (putih – iswara), Jagung Nasi (merah – brahma), Jagung Biasa (kuning – mahadewa) dan Jali-jali (Brumbun – siwa). kesemuanya itu dibungkus dengan kraras (daun pisang tua).
14. Benang Tukelan, adalah alat pengikat simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksaka dalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk mendapatkan Tirtha Amertha dan juga simbolis dari penghubung antara Jivatman yang tidak akan berakhir sampai terjadinya Pralina. Sebelum Pralina Atman yang berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina. dalam tetandingan dipergunakan sebagai lambung usus / perut.
15. Uang Kepeng, yang berjumlah 225 kepeng simbol Bhatara Brahma merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan. Angka 225 (satak selae) jika dijumlah menjadi angka sembilan, angka suci lambang dewata nawa sanga yang berada di sembilan penjuru Bhuwana Agung. Uang adalah alat penebus segala kekurangan sebagai sarining manah.
16. Sesari, sebagai lambang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)
17. Sampyan Payasan, terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri Kona; Utpeti, Sthiti dan Pralina.
18. Sampyan pusung, terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut, sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol pengerucutan dari indria-indria
19. Canang sari. simbol titik, yaitu kompas, utara, timur, selatan, barat dan tengah / pusat manifestasi Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Panca Dewata. Makna Daksina adalah simbol manifestasi Tuhan (Hyang Widhi Wasa).
2. Banten Pejati

Banten pejati dihaturkan kepada Sanghyang Catur Loka Phala, yaitu :
1. Peras kepada Sanghyang Iswara
2. Daksina kepada Sanghyang Brahma
3. Ketupat kelanan kepada Sanghyang Wisnu
4. Ajuman kepada Sanghyang Mahadewa
Adapun unsur-unsur banten pejati antara lain :
1. Daksina dipergunakan sebagai persembahan / tanda terimakasih, selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau pertapakan.
2. Banten peras dimaksud untuk mengesahkan anak / cucu, dan bila suatu kumpulan sesajen tidak dilengkapi dengan peras akan dikatakan penyelenggaraan upacaranya dikatakan tidak sah, oleh karena itu banten peras selalu menyertai sesajen-sesajen yang lain terutama yang mempunyai tujuan tertentu.
3. Penyeneng / tehenan / pabuat dibuat untuk tujuan membangun hidup yang seimbang sejak dari lahir hingga meninggal.
4. Ketupat kelanan merupakan lambang dari sad ripu yang telah dapat dikendalikan atau teruntai oleh rohani sehingga kebijakan senantiasa meliputi kehidupan manusia.
5. Soda / ajuman digunakan sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina yang ditujukan kepada para leluhur.
6. Pasucian dipergunakan sebagai alat untuk menyucikan Ida Bhatara dalam suatu upacara keagamaan.
7. Segehan digunakan untuk menetralisir dan menghilangkan pengaruh negatif.
3. Canang Sari

Canang sari dalam persembahyangan adalah kuantitas terkecil namun inti, karena dalam setiap banten atau yadnya apa pun selalu berisi Canang Sari. Canang sari sering dipakai untuk persembahyangan sehari-hari, juga mengandung salah satu makna sebagai simbol bahasa Weda untuk memohon kehadapan Sang Hyang Widhi yaitu memohon kekuatan Widya (Pengetahuan) untuk Bhuwana Alit maupun Bhuwana Agung.
Bunga setiap warna dan peletakan bunga pada canang mempunyai makna atau lambang yaitu :
- Bunga berwarna Putih
- disusun di Timur sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Iswara.
- Bunga berwarna Merah
- disusun di Selatan sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Brahma.
- Bunga berwarna Kuning
- disusun di Barat sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Mahadewa.
- Bunga berwarna Biru atau Hijau
- disusun di Utara sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Wisnu.
- Kembang Rampai
- disusun ditengah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Panca Dewata
4. Kewangen

Penggunaan Kewangen
Kewangen dalam penggunaanya lebih sering digunakan dalam persembahyangan, selain itu kewangen juga sebagai pelengkap dalam upakara untuk upacara Panca Yadnya. Yaitu sebagai berikut:
- Dewa Yadnya, sebagai pelengkap Banten Tetebasan, prascita, dan berbagai jenis sesayut.
- Rsi Yadnya, juga sebagai pelengkap Banten Tetebasan.
- Pitra Yadnya, dipakai dalam upacara menghidupkan mayat secara simbolis untuk diupacarakan yaitu pada setiap persendian tubuhnya.
- Manusia Yadnya, digunakan pada setiap upacara ngotonin, potong gigi, perkawinan, dan pelengkap banten.
- Bhuta Yadnya, digunakan dalam upacara memakuh, macaru, dll
Makna dari Sarana Kewangen
1. Kojong, biasanya dibuat dari daun pisang, dibuat sedemikian rupa sehingga berbentuk kojong. Kojong ini bila kita tekan sampai lempeh maka dia akan berbentuk segi tiga, maka kojong menyimbulkan angka tiga Huruf Bali (lihat huruf Ongkara Bali).
2.Pekir, dibuat sedemikian rupa menyerupai hiyasan kepala dari tarian jangger (tarian muda-mudi di Bali).dibuat dari daun janur. Bentuknya bisa kelihatan bermacam-macam , itu sangat tergantung dari seninya yang membuat. Ini merupakan simbul dari ULU ARDHA CANDRA dan NADA (tulisan huruf Bali).
3. Uang Kepeng (pipis bolong), bila tidak ada uang kepeng, maka bisa digunakan uang logam, sebab uang kepeng itu yang dipentingkan adalah bentuknya yang bundar, sebagai simbul WINDU (nol). Perlu ditekankan disini jangan menggunakan uang kertas yang diplintir akan mengurangi arti dan makna.
4. Porosan, ini ditempatkan di dalam kojong tadi hampir tidak kelihatan dari luar. Porosan ini yang terpenting adalah terdiri dari tiga unsur yaitu; daun sirih (daun lain yang wajar digunakan), daun ini yang dicari maknanya adalah warnanya yaitu berwarna Hijau, merupakan simbul dari dewa Wisnu, Huruf Balinya adalah UNGKARA, Kemudian buah sirih yang disisir sedemikian rupa, ini mewakili warna merah, simbul dari Dewa Brahma, huruf Balinya ANGKARA. Selanjutnya unsur yang ketiga adalah kapur sirih warnanya putih sibul dari dewa Iswara (Siwa), Huruf Balinya adalah MANGKARA. Ketiga-tiganya itu dijarit semat atau diikat pakai menang menjadi satu, artinya seperti uraian dibawah ini.
Jadi tiga huruf itu; A.+ U + M = AUM MENJADI ONG ( A dan U kasewitrayang dalam tata bahasa Bali). Maka ONG itu adalah huruf sebagai simbul dari Tuhan.
5.Bunga, ini sembul dari rasa cinta dan rasa bhakti.
Kesimpulannya Kewangen (bisa dibaca kwangen) adalah merupakan simbul dari Tuhan dalam bentuk tetandingan (sarana upacara).
Cara Menggunakan Kewangen Saat Sembahyang
Dalam penerapan penggunaan Kewangen, bisa dikatakan bahwa setiap umat Hindu berbeda-beda dalam menggunakannya, terutama pada posisi kewangen. Ada yang uang kepeng (sebagai mukanya/depannya) ada yang menghadap kedepan, ada yang menghadap kekiri/kekanan, ada pula yang menghadap ke belakang (menghadap ke yang sembahyang/orang). Jadi manakah yang benar dari itu semua? Menurut sumber yang kami telusuri, dalam lontar paniti gama tirtha pawitra, uang kepengnya menghadap kebelakang/ menghadap ke orang yang sembahyang itu yang benar.
5. Banten Yadnya Sesa / Saiban / Ngejot

5 Tempat penting menghaturkan banten yadnya sesa / saiban / ngejot, sebagai simbol dari Panca Maha Bhuta :
- Pertiwi (tanah),
- biasanya ditempatkan pada pintu keluar rumah atau pintu halaman.
- Apah (Air),
- ditempatkan pada sumber air, sumur / tempat air.
- Teja(Api),
- ditempatkan di dapur, pada tempat memasak (tungku) atau kompor.
- Bayu,
- ditempatkan pada beras,bisa juga ditempat nasi.
- Akasa,
- ditempatkan pada tempat sembahyang (pelangkiran, pelinggih, dll).
6. Cok Bakal

Cok Bakal atau Gecok Bakal merupakan simbol permulaan dalam kehidupan yang berawal dari ketiadaan menjadi ada, serta merupakan simbol hubungan antara Tuhan (yang bersifat Makrokosmos) dengan manusia (yang bersifat Mikrokosmos) atau sangkan paraning dumadi. Telur menyimbolkan asal muasal, cikal bakal atau permulaan kehidupan manusia.
Masyarakat Jawa menggunakan cok bakal sebagai media awal dalam melaksanakan suatu kegiatan serta sebagai simbolik rasa syukur kepada Hyang Widhi.
Banyak upacara adat / ritual yang menggunakan cok bakal antara lain :
- Awal tanam & panen padi
- Pernikahan
- Pembangunan rumah baru
- Bersih desa
- Tradisi Pitonan (Tujuh Bulanan) Bayi
- Tradisi adat/ upacara yg hanya ada di daerah tertentu misal larung sesaji, ruwahan, sedekah Bumi, sedekah gunung dll.
Bahan Bahan Cok Bakal :
1. Takir
2. Lidi / jiting
3. Telur ayam kampung
4. Beras
5. Welat / pisau dari bambu
6. Kunir
7. Brambang
8. Uyah / garam
9. Jambe
10. Gondong suruh
11. Gambir
12. Injet
13. Tegesan / rokok
14. Kambil / kelapa
15. Kluwak
16. Kemiri
17. Laos
18. Jahe
19. Kencur
20. Bawang putih
21. Ketumbar
22. Merica
23. Kedelai
24. Badek / air tape
25. Lauk teri
26. Kembang setaman
27. Pandan
28. Menyan
29. Kendil kecil
30. Benang lawe
31. Duit
32. Suri
33. Ngilon / cermin kecil
- Takir

Takir adalah wadah yang dibuat dari daun pisang, yang dibentuk segi empat layaknya sebuah kotak.
arti takir :
Takir berarti takeraning pikir atau nalar pikir, takir dibuat dari daun pisang raja, berbentuk segi empat, artinya setiap orang dapat padhang atau jelas, segi empat menunjukkan keblat papat / empat penjuru angin & sedulur papat. Makna selanjutnya adalah setiap orang yang melakukan upacara harus mampu mengendalikan pikiran agar dapat mengetahui dengan jelas sedulur papat yang ada dalam diri masing masing.
2. Lidi / Biting

3. Telur Ayam kampung

4. Beras

5. Welat / pisau dari bambu

6. Kunir

7. Brambang

8. Uyah / Garam

9. Jambe

10. Godong Suruh

11. Gambir

12. Injet